BAB
II
PEMBAHASAN
1.
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.
PENGERTIAN BELAJAR
Belajar menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah
tingkh laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Teori belajar behavioristik
mendefinisikan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku, khususnya perubahan
kapasitas siswa untuk berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar, bukan
sebagai hasil proses pematangan (atau pendewasaan) semata.
Gagne mendefinisikan pengertian
belajar secara formal bahwa “Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan
informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru”. (Margaret G.
Bell 117-129).
Abdillah (2002) dalam Aunurrahman
(2010:35) menyimpulkan bahwa “Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan
oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman
yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomorik untuk memperoleh
tujuan tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai rangkaian kegiatan jiwa
raga dalam menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.
B.
PENGERTIAN PEMBELAJARAN
Darsono (2002:24-25) secara umum
menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai “suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikian rupa sehungga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih
baik”.
Teori kognitif, menjelaskan
pengertian pembelajaran sebagai usaha guru untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memehami apa yang sedang
dipelajarinya.
Teori Gestalt, menguraikan bahwa
pembelajaran merupakan usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran
sedemikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorgnisirnya (mengatur)
menjadisuatu pola bermakna.
Menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Dari berbagai pendapat diatas, maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses
interaksi guru dalam mengajar siswa sehingga siswa dapat menerima materi
pelajaran yang diajarkan secara sistematis agar mencapai tujuan yang
diinginkan.
2.
PEMBELAJARAN SEBAGAI SUATU SISTEM
Pembelajaran sebagai suatu sistem
terdiri dari sejumlah komponen-komponen yang terorganisir didalamnya antara
lain:
2.1.
Tujuan Pembelajaran
Magner (1962) mendefinisikan tujuan
pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh peserta didik sesuai kompetensi.
Tujuan pembelajaran adalah perilaku
hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta
didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu.
2.2.
Materi dan Bahan Ajar
Materi dan bahan ajar adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa
dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.
Bahan ajar adalah seperangkat
materi/substansi pembelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok
utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. pada
dasarnya berisi tentang pengetahuan, nilai, sikap, tindakan, dan keterampilan
yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa fakta, konsep, prinsip, dan
proses yang terkait dengan pokok bahasa tertentu yang diarahkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
2.3.
Strategi dan Metode Pembelajaran
Kemp (1995), strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya metode ceramah, metode
diskusi, metode demonstrasi, metode
eksperimental dan lain-lain
2.4.
Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan
kemauan peserta didiksehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri peserta didik.
Menurut Briggs (1977), media
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran,
seperti: buku, film, dan sebagainya.
2.5.
Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan
data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas
siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat
mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
2.6.
Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan untuk
mengoptimalkan hasil belajar siswa. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam kegiatan tindak lanjut.
1)
Memberikan tugas atau latihan yang
harus dikerjakan di rumah.
2)
Membahas kembali materi pelajaran yang
belum dikuasai siswa.
3)
Membaca materi dari sumber lain.
4)
Memberikan motivasi atay bimbingan
belajar
5)
Menginformasikan topik yang akan
dibahas pada pertemuan berikutnya.
3. PEMBELAJARAN
SEBAGAI SUATU PROSES
3.1.
Kegiatan awal
Kegiatan awal merupakan bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan dengan komponen-komponen pembelajaran
lainnya. Fungsi kegiatan awal adalah untuk menciptakan suasana awal
pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan baik.
3.2.
Inti pembelajaran
Kegiatan inti merupakan proses
pembelajaranuntuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan
secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi.
3.3.
Penutup
Kegiatan akhir pembelajaran tidak
hanya diartikan sebagai kegiatan penutup pembelajaran, tetapi lebih untuk
mengetahui penguasaan siswa terhadap kompetensi dan usaha pemantapan penguasaan
kompetensi yang diharapkan. Dengan melakukannya diharapkan guru dapat
mengetahui yang sudah ada atau dikuasai oleh siswa. Kegiatan ini biasa meninjau
penguasaan siswa dan pemberian tes, baik secara lisan maupin tulisan.
4. LANDASAN
FILOSOFIS BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
4.1.
Teori Behaviorisme
Teori
Belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan
pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori Behavioristik
merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori
ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon. Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan
sesuatu yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.
Teori Belajar yang Berpijak pada
Pandangan Behaviorisme
Behaviarisme
merupaka salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu baik, verbal
maupun non verbal yang dapat diobservasi secara langsung dengan menggunakan
metode pelatihan, pembiasaan dan pengalaman. Pandangan ini menekankan bahwa
perilaku harus dapat dijelaskan dengan pengalaman-penglaman yang terobservasi , bukan oleh proses mental.
Jadi, beristiwa belajar berarti untuk melatih reflex-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasan yang dikuasai individu. Teori ini tidak menjelaskan
alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon, hal ini
tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara
stimulus yang diberikan dengan responnya.
Teori
behaviorisme dengan model hubungan stimulus-respon,mendudukan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Teori behaviorisme sering kali tidak dapat
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, padahal banyak variable atau hal-hal
yang berkaitan dengan belajar yang tidak hanya sekedar hubungan stimulus dan
respon. Ciri teori ini mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistik,menekankankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi
atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan
dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Teori
belajar behaviorisme ini lebih menekankan pada tingkah laku manusia dan
memandang individu sebagai makhluk relatif yang memberi respon terhadap
lingkungan.pengalaman dan latihan akan membentuk perilaku mereka.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah faktor penguatan
(reinforcement) dan hukuman (punishment). Jika penguatan ditambah (positive
reinforcement), respon yang diharapkan akan semakin kuat. Jika penguatan
dikurangi/dihilangkan (negative/reinforcement), respon akan semakin kuat. Jika
hukuman diberikan, respon yang diharapkan akan semakin kuat dan respon yang
tidak diharapkan akan semakin menghilang. Tokoh penting dalam teori belajar
behaviorisme secara teoritik antara lain adalah : Pavlov.Skinner, E.L.Thorndke,
dan E.R.Guthrie.
4.2.
Teori Konstruktivisme
Menurut paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan
sekolah tidak dipindahkan dari guru kepadamurid dalam bentuk yang serba
sempurna. Murid perlu membina sesuatu pengetahuan mengikutipengalaman
masing-masing. Pembelajaran adalah hasil daripada usaha murid itu sendiri dan
guru tidak boleh belajar untuk murid. Blok binaan asas bagi ilmu pengetahuan
sekolah ialah satu skema yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh
murid sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Murid
tidak akan berpikir untuk menghadapi realita yang berwujud
asing disekitarnya. Realita yang diketahui murid adalah realita yang
dibina sendiri. Murid sebenarnya telah mempunyai satu set ide dan
pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan
sekitar mereka.Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan baru,
guru harus mengambil struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila
maklumat baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian pegangan
kuat mereka, barulah kerangka baru tentang suatu bentuk ilmu pengetahuan dapat
dibina.
Tokoh-Tokoh Dalam Teori Kontruktivisme
1. Jean Piaget
Salah
satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual. Teori belajar tersebut berkenaan dengan
kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual
dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau
perbuatan.
Selanjutnya,
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama yang menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang
cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga
cocok dengan rangsangan.
Lebih
jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak
bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan
keseimbangan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif
anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan
dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1) Siswa tidak
dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
2) Belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
3) Pengetahuan
bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
4) Pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
5) Kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber.
Pandangan
tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skema yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif
untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring
laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis.
Dari
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan
faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut
adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan
intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap
perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
a. perkembangan
intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan
urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan
tersebut dan dengan urutan yang sama,
b. tahap-tahap
tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
c. gerak
melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi)
dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
2. Vygotsky
Berbeda
dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Dalam
penjelasan lain mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah
interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan
sosial dalam belajar.
Beberapa
ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa pembelajaran yang
bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman sedia ada
murid. Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai ide
mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada
yang salah. Jika kepahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani
dengan baik, kepahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal
walaupun dalam pemeriksaan mereka mungkin memberi jawaban seperti yang
dikehendaki oleh guru.
John
Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini mengatakan bahawa pendidik yang
cekap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun
atau membina pengalaman secara berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan
penyertaan murid di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Dari
persepektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme fungsi guru akan
berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan pembelajaran,
penilaian, penyelidikan dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh,
perspektif ini akan mengubah kaedah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu
kepada kejayaan murid meniru dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru
kepada kaedah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kejayaan murid
membina skema pengkonsepan berdasarkan kepada pengalaman yang aktif. Ia juga
akan mengubah tumpuan penyelidikan daripada pembinaan model daripada kaca mata
guru kepada pembelajaran sesuatu konsep daripada kaca mata murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar